Analisis Keuangan Calon Nasabah dalam Proses Pengajuan Pembiayaan di Bank Syariah

Pada beberapa pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang berbagai proses yang harus dilakukan seorang Account Officer, salah satunya mencari informasi dan data yang berhubungan dengan informasi keuangan calon nasabah. Setelah informasi tersebut didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis keuangan calon nasabah dalam proses pengajuan pembiayaan di bank syariah.

analisis-keuangan¬-calon-nasabah-dalam-proses-pengajuan-pembiayaan-di-bank-syariah
Ilustrasi (Gambar: finansial.bisnis.com)

Analisis keuangan dilakukan dengan mengevaluasi past performance keuangan nasabah, sehingga pada akhirnya bank dapat memperkirakan kebutuhan pembiayaan yang tepat dan wajar. Sumber informasi data keuangan bisa berasal dari:

  • Laporan keuangan, yang meliputi neraca, laba rugi, dan cash flow.
  • Rekening bank, yaitu catatan mutasi pada rekening giro atau tabungan dari bank yang selama ini digunakan oleh nasabah untuk melakukan transaksi.
  • Bukti-bukti penjualan, seperti catatan penjualan dan pembelian, nota, faktur dan kuitansi.

Proses  Analisis Keuangan Usaha dalam Proses Pengajuan Pembiayaan/Pinjaman di Bank Syariah Indonesia

Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam melakukan analisis keuangan, yaitu;

  1. Analisis perbandingan horizontal dan vertikal.
  2. Analisis rasio keuangan.
  3. Analisis rekening bank.

Analisis Perbandingan Horizontal dan Vertikal

Analisis perbandingan horizontal dan vertikal ini bermanfaat untuk meneliti kewajaran komponen-komponen dalam laporan keuangan sesuai nature bisnis perusahaan dan sejauh mana peran tiap komponen di antara komponen lainnya.

Analisis horizontal dilakukan dengan meneliti kecenderungan akun-akun dari tahun ke tahun. Perubahan suatu akun diperbandingkan secara relatif atas suatu tahun dasar. Setiap bentuk perubahan berupa peningkatan atau penurunan suatu akun wajib diteliti dan diyakini penyebabnya oleh seorang account officer.

Analisis vertikal dilakukan dengan menjadikan komponen akun penting sebagai nilai dasar, kemudian semua akun lain dalam laporan keuangan diperbandingkan dengan akun dasar tersebut. Analisis vertikal untuk aktiva menggunakan total asset sebagai nilai 100% dan setiap akun di aktiva dicerminkan sebagai suatu persentase terhadap total asset.

Baca juga: Memahami Laporan Keuangan Calon Nasabah dalam Proses Pengajuan Pembiayaan di Bank Syariah.

Analisa vertikal untuk pasiva menggunakan total kewajiban dan ekuitas sebagai nilai 100% dan setiap akun di pasiva dicerminkan sebagai ekuitas suatu persentase terhadap total kewajiban dan ekuitas.

Analisa vertikal untuk laporan laba rugi menggunakan total penjualan sebagai nilai 100% dan setiap akun pendapatan dan beban dicerminkan sebagai suatu persentase terhadap total penjualan.

Analisa vertikal membantu mengungkapkan struktur internal dari suatu bisnis. Dalam analisa vertikal, bank bisa mengetahui persentase tiap komponen asset pembentuk aktiva, komponen manakah yang paling dominan, dan apakah sesuai dengan nature bisnis nasabah. Dalam analisa vertikal pasiva, bank bisa menelusuri kombinasi sumber permodalan usaha apakah lebih banyak dibiayai oleh utang atau modal sendiri. Sedangkan dalam analisis vertikal laba/rugi, bank bisa meneliti sumber pendapatan utama usaha, apakah dari pendapatan operasional atau non operasional.

Selain melakukan analisis perbandingan, setiap pos di dalam laporan keuangan dianalisis secara lebih mendalam sehingga akan diperoleh informasi mengenai kewajaran dan karakteristik risiko atas angka yang muncul dari tiap akun, antara lain yaitu:

1. Analisis Neraca

  • Apakah kas dan bank memadai atau berlebih? Kas yang besar tidak selalu baik. Kelebihan pada komponan kas menandakan adanya dana yang idle (tidak termanfaatkan), dan kemampuan manajemen dalam mengelola kas belum optimal. Semestinya perusahaan mampu mendayagunakan untuk melakukan investasi peralatan baru yang membantu intensifikasi produksi, untuk membayar utang supplier, menurunkan pokok utang kepada bank, untuk membayar dividen pemegang saham, atau kegiatan produktif lainnya yang mampu mendatangkan keuntungan bagi perushaan.
  • Apakah piutang dapat ditagih? Bagaimanapun setiap piutang usaha mempunyai risiko tidak tertagih. Penting untuk mengetahui pihak-pihak yang berutang kepada perusahaan untuk mengetahui sejauh mana tagihan-tagihan dapat terbayar:
    • Tagihan proyek kepada daerah yang ekonominya tidak stabil, atau anggarannya belum tersedia.
    • Tagihan kepada perusahaan yang sedang mengalami kesulitan usaha. Pelanggan yang bermasalah dan mempunyai umur piutang yang lebih lama di antara pelanggan lain. Bila bank mengetahui indikasi ini sebaiknya dikategorikan sebagai piutang tidak tertagih untuk mengurangi nilai piutang perusahaan.
    • Perusahaan yang memiliki sedikit pelanggan, lebih berisiko daripada banyak pelanggan.
    • Tagihan ekspor, baik berupa tagihan L/C maupun secara transfer, harus diteliti apakah berasal dari Negara kategori blacklist ekspor atau tidak.
  • Waspadai adanya penumpukan persediaan. Indikasinya bila persediaan meningkat lebih cepat daripada penjualan. Carilah penyebabnya lebih jauh apakah terdapat masalah pemasaran, atau adanya unsur kesengajaan perusahaan untuk menunggu momen kenaikan harga. 
  • Pahami tingkat keamanan utang. Utang sebagai sumber pendanaan mempunyai prioritas pelunasan yang berbeda bila perusahaan mengalami kebangkrutan. 

2. Analisis Laba/Rugi

  • Jangan terjebak dengan laba bersih, karena tidak selalu laba bersih menunjukkan operasional usaha yang mampu mencetak keuntungan. Harus dipahami bahwa dalam struktur pendapatan perusahaan dikenal dengan operating income dan non-operating income. Operating income merupakan pendapatan dari operasional utama perusahaan. Sedangkan non-operating income adalah pendapatan di luar kegiatan utama perusahaan.
  • Perusahaan perdagangan tidak mungkin mengalami kerugian pada laba kotor. Perusahaan manufaktur masih bisa menderita kerugian pada laba kotor. Hal inidisebabkan, HPP dalam perusahaan perdagangan diperoleh dengan adanya pembelian dan tidak dibebani dengan biaya-biaya, sehingga laba kotor murni selisih antara penjualan dengan persediaan yang ada. Laba kotor perusahaan perdagangan baru akan terbebani oleh biaya-biaya yang muncul sebagai biaya operasional. Sedangkan sebaliknya, pada perusahaan manufaktur komponen biaya-biaya telah muncul pada perhitungan HPP, seperti biaya gaji dan penyusutan mesin. Sehingga bila perusahaan manufaktur mengalami penurunan volume produksi sementar biaya gaji dan penyusutan mesin bersifat tetap, sangat mungkin laba kotornya mengalami tekanan dan bahkan bisa menjadi rugi.

Rasio Keuangan

Rasio keuangan bermanfaat untuk mengetahui efektivitas perusahaan dalam rangka mengelola sumber daya yang ada di dalam perusahaan.

Rasio keuangan dilakukan dengan membandingkan satu pos dengan pos lainnya di dalam laporan keuangan.

Komponen masing-masing rasio keuangan, antara lain:

  • Rasio Likuiditas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek.
  • Rasio solvabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Rasio ini disebut juga rasio leverage yang menjadi tolak ukur sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang.
  • Rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan pada tingkat penjulan, asset dan modal tertentu.
  • Rasio aktivitas, yaitu rasio yang menunjukkan tingkat aktivitas perusahaan dalam kegiatan tertentu.

Rasio Likuiditas

a. Current Ratio

Current Ratio (rasio lancar) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam menjamin tagihan kewajiban lancar.

Semakin tinggi current ratio maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar jangka pendeknya. Akan tetapi kelebihan aktiva lancar yang terlalu tinggi menunjukkan perusahaan belum dapat mengatur likuiditas dengan baik.

b. Quick Ratio

Penghitungan Quick Ratio ini sama dengan Current Ratio, tetapi tidak mengikutsertakan persediaan. Karakteristik persediaan bisa bermacam-macam.

Karena beberapa perbedaan karakteristik persediaan tersebut sering kali persediaan dikeluarkan dalam perhitungan rasio likuiditas, sehingga quick ratio dipandang lebih baik daripada current ratio.

c. NWC

NWC atau Net Working Capital (Modal Kerja Bersih) adalah rasio yang mengukur sejauh mana modal bersih (Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar) mampu menutup kewajiban lancar.

Rasio Solvabilitas

a. DER

DER (Debt to Equity Ratio) adalah rasio yang membandingkan porsi utang bila dibandingkan dengan modal sendiri. DER juga menunjukkan sejauh mana modal sendiri menjamin total kewajiban.

Semakin tinggi DER maka semakin tinggi risiko perusahaan karena semakin dominan sumber dana dari utang.

b. DAR

DAR (Debt to Asset Ratio) adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar peran utang terhadap pembentukan asset.

c. Equity Multiplier

Equity Multiplier adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan modal. Rasio ini juga menjadi indikator seberapa besar aktiva yang dibiayai oleh modal.

Semakin kecil rasio ini berarti semakin besar porsi modal yang dimasukkan dalam usaha, sehingga kewajiban utang perusahaan kepada pihak ketiga semakin kecil.

d. Short Term Leverage

Short Term Leverage (STL) menunjukkan kemampuan modal perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.

Apabila nilai STL < 1, maka berarti kewajiban lancar cukup aman karena masih tercover seluruhnya oleh modal sendiri.

e. Long Term Leverage

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya dengan modal sendiri.

Rasio Profitabilitas

a. Gross Profit Margin

Gross Profit  Margin (GPM) menunjukkan berapa persen keuntungan kotor perusahaan dari setiap penjualan produk. Kekurangan rasio ini adalah belum memasukkan biaya-biaya.

Rasio GPM sangat dipengaruhi oleh kondisi persaingan pasar dan jenis barang. Pada pasar dengan persaingan yang ketat maka GPM akan semakin rendah, karena perusahaan tidak mungkin menetapkan harga jual yang mahal.

b. Net Profit Margin

Net Profit Margin (NPM)  menunjukkan berapa keuntungan bersih perusahaan dari aktivitas penjualan produk. Rasio ini telah memperhitungkan biaya-biaya sebagai pengurang pendapatan.

Kelemahan rasio ini adalah mengakui adanya pendapatan dan biaya lain-lain yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan penjualan.

c. Return on Asset

Return on Asset (ROA) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mencetak keuntungan dari setiap Rp 1 aset yang digunakan.

Rasio ini menggambarkan seberapa efisien operasional perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya.

d. Return on Equity

 Return on Equity (ROE) adalah rasio yang menggambarkan keuntungan yang dapat diberikan kepada pemilik perusahaan atas modal yang sudah diinvestasikan.

Nilai ROE juga menjadi tolak ukur mengenai tingkat pengembalian keuntungan dengan dibandingkan suku bunga simpanan bank dan imbal bagi hasil dana bank syariah.

Baca juga: Tips Mencari Informasi Pemohon Dalam Pengajuan Pembiayaan di Bank Syariah.

Bila ROE lebih tinggi maka perusahaan mampu memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan bila dana modal ditempatkan dalam bentuk tabungan/deposito di bank.

Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas bermanfaat dalam menganalisis kebutuhan pembiayaan. Bagi bank, umur aktivitas yang diasumsikan lebih pendek akan menghasilkan jumlah pembiayaan yang lebih prudent dan moderat.

Terdapat tiga jenis rasio yang digunakan, yaitu:

a. Account Receivable Turn Over 

Account Receivable Turn Over (ARTO) adalah rasio yang menunjukkan umur piutang, yaitu berapa hari suatu piutang berubah menjadi uang tunai.

b. Inventory Turn Over

Inventory Turn Over (ITO) adalah rasio yang menunjukkan berpa hari yang dibutuhkan suatu persediaan berubah menjadi penjualan.

c. Account Payable Turn Over

Account Payable Turn Over (APTO) adalah rasio yang menunjukkan berapa hari pembayaran suatu utang dagang.

Analisis Rekening Bank

Analisis rekening bank dilakukan dengan cara melakukan analisis atas transaksi yang tercatat di dalam mutasi rekening bank, baik giro maupun tabungan. Analisis ini bermanfaat untuk melihat sejauh mana perusahaan melibatkan rekening bank dalam transaksi usahanya.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analissis rekening bank, antara lain:

  • Transksi yang berhubungan dengan biaya-biaya dan perolehan atau pembebanan bunga diabaikan atau tidak ikut diperhitungkan.
  • Untuk dapat menganalisis rekening bank secara komprehensif, diperlukan data minimal 3 bulan terakhir. Akan lebih baik bila dapat diperoleh data 6 bulan atau 12 bulan  terakhir, sehingga bank dapat sekaligus melihat tren dari siklus keuangan calon nasabah.
  • Mutasi kredit bisa diasumsikan sebagai penerimaan uang. Dan mutasi debet disumsikan sebagai transaksi pengeluaran atau pembayaran. Perhatikan frekuensi mutasi kredit dan mutasi debet. Jumlah frekuensi bisa menjadi acuan jenis usaha calon nasabah.
  • Bandingkan mutasi debet dan kredit di rekening dengan catatan keuangan nasabah, apakah terjadi selisih. Bila jumlah transaksi kredit dalam bulan berjalan tidak sebesar catatan penjualan yang dilaporkan, ada kemungkinan terdapat pembayaran yang diterima secara tunai. Kemudian periksa bukti-bukti/nota/kwitansi  atas pembayaran tunai yang diterima. Maka bisa disimpulkan, untuk meyakini laporan penjualan, bank bisa mengecheck melalui transaksi kredit di rekening bank dan bukti-bukti pembayaran yang ada.
  • Minta copy rekening calon nasabah dari seluruh rekening yang ada dibank, yaitu rekening atas nama perusahaan, pribadi pengurus, mau pun atas nama perusahaan lain yang merupakan  grup usaha calon nasabah. Dengan tujuan untuk dilakukan crosscheck antar rekening. Bisa jadi mutasi di suatu rekening terlihat sangat aktif, namun setelah diteliti ternyata transaksi tersebut hanya pemindahan dana dari satu rekening ke rekening lain. Fakta tersebut adalah upaya window dressing, agar mutasi rekening terlihat aktif. Bila hal ini terjadi maka transaksi tersebut harus diabaikan.
  • Waspadai bila terjadi tolakan kliring yang cukup sering (lebih dari satu kali)  pada rekening giro. Kondisi terebut mengindikasikan beberapa hal, antara lain:
    • Calon nasabah belum mampu mengelola manajemen keuangan dengan baik.
    • Terjadi miss-match (ketidaksesuaian) antara pemasukan dan pembayaran, sehingga belum tersedia dana yang cukup ketika telah timbul kewajiban pembayaran.
    • Indikasi lebih lanjut kemungkinan miss-match di atas adalah calon nasabah mengalami permasalahan dalam penagihan penjualan, akibatnya pembayaran yang diharapkan belum dapat diterima tepat waktu.

Itu dia sedikit informasi tentang “analisis keuangan calon nasabah dalam proses pengajuan pembiayaan di bank syariah”. Semoga informasi tersebut bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Analisis Keuangan Calon Nasabah dalam Proses Pengajuan Pembiayaan di Bank Syariah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel