Tips agar Ibadah Diterima Alloh SWT

Melakukan ibadah bagi seorang Muslim adalah hal wajib. Namun pernahkah terlintas di benak kita apakah ibadah yang kita lakukan diterima Alloh? Tentu pernah ada bayangan tentang hal tersebut. Memang tidak ada seorang pun yang bisa menjamin hal ini. Catatan kali ini, tentang tips agar ibadah diterima Alloh SWT sengaja disampaikan untuk mengingatkan kita agar selalu hanya berharap kepada Alloh semata. Berharap dalam hal ini adalah agar selalu mendapat ridho Alloh SWT dan juga bisa mendapatkan janji-janji yang telah ditetapkan Alloh SWT dalam Al-Quran, dan juga cemas kalau ibadahnya tidak diterima.

tips-ibadah-diterima-Alloh-SWT
Ilustrasi (Foto: oluwagbemigapost.com)

Arti ibadah secara bahasa, berarti merendahkan diri dan tunduk. Dan secara istilah, para ulama banyak memberikan makna. Dan makna yang paling lengkap, seperti yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu:

“Suatu kata yang meliputi segala perbuatan dan perkataan, zhohir mau pun batin yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh SWT.”

Dengan demkkian ibadah terbagi menjadi tiga, yaiyu ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan.

Syarat Ibadah Diterima

Terdapat persyaratan bila ingin ibadah yang dilakukan itu diterima, yaitu ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Nabi Muhammad SAW).

Kedua syarat di atas terdapat dalam firman Alloh SWT, yang artinya: “... Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS: Al-Kahfi:110).

Baca juga: Aqiqah.

Beramal sholeh maksudnya disini adalah melaksanakan ibadah sesuai dengan tata cara yang diajarkan oleh Nabi, dan tidak mempersekutukan dalam ibadah, maksudnya adalah meng-ikhlaskan ibadah hanya untuk Alloh SWT.

Hal ini diisyaratkan dalam firman-Nya, yang berarti:

“(Tidak demikian) dan bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Alloh, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rob-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak ada (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah:112).

Menyerahkan diri kepada Alloh SWT, hal ini berarti mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Alloh SWT. Berbuat kebajikan berarti mengikuti syariat Rasulullah SAW.

Syarat pertama, yaitu ikhlas, yang merupakan konsekuensi dari syahadat yang pertama (persaksian tiada sesembahan yang benar, kecuali Alloh SWT), karena persaksian ini menuntut kita untuk mengikhlaskan semua ibadah kita hanya untuk Alloh SWT saja.

Syarat kedua, mutaba’ah, merupakan konsekwensi dari syahadat yang kedua (persaksian Nabi Muhammad SAW, sebagai hamba dan utusan-Nya).

Ikhlas dalam Beribadah

Ibadah yang kita lakukan, semuanya tersebut harus ditujukan untuk Alloh SWT, walaupun seseorang beribadah siang dan malam, jika ia tidak ikhlas (tidak dilandasi dengan tauhid), maka sia-sia amal yang dilakukannya tersebut.

Alloh SWT berfirman, yang artinya:

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali untuk menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS: Al-Bayyinah:5).

Maka sungguh beruntung seseorang yang selalu mengawasi hatinya, dan kemanakah maksud hati saat ia beribadah, apakah untuk Alloh SWT, ataukah untuk selain Alloh SWT.

Maka perhatikan, jenis amal-amal berikut amalan Riya’ semata-mata, yaitu amakan yang dilakukan hanya supaya dilihat makhluk atau karena tujuan duniawi. Amalan seperti ini akan hangus, tidak  bernilai sama sekali dan pelakunya sangat pantas mendapat murka Alloh.

Baca juga: Di Balik Rahasia Sedekah.

Amalan yang ditujukan kepada Alloh SWT dari sejak awalnya, maka nash-nash yang sholih menunjukkan amalan seperti ini batil dan terhapus.

Amalan yang ditujukaan bagi Alloh SWT dan disertai niat lain selain riya’. Seperti jihad yang diniatkan untuk Alloh SWT dan karena menghendaki harta rampasan perang. Amalan seperti ini berkurang pahalanya dan tidak sampai batal dan tidak sampai terhapus amalnya.

Amalan yang awalnya ditujukan untuk Alloh SWT kemudian terbersit riya’ di tengah-tengah, maka amalan ini terbagi dua, jika riya’ tersebut terbersit sebentar dan segera dihalau, maka riya’tersebut tidak berpengaruh apa-apa. Namun jika riya’ tersebut selalu menyertai amalannya, maka pendapat terkuat diantara ulama menyatakan bahwa amalannya tidak batal dan dinilai niat awalnya sebagaimana pendapat Hasan Al Bashri. Namun dia tetap berdosa karena riya-nya tersebut dan tambahan amal (perpanjangan amal karena riya-nya) terhapus. Sedang amal yang ikhlas karena Alloh kemudian mendapat pujian sehingga dia senang dengan pujian tersebut, maka hal ini tidak berpengaruh apa-apa terhadap amalnya.

Melakukan Ibadah Sesuai Syariat dari Rosululloh SAW

Ibadah bukanlah produk akal atau perasaan manusia, dan ibadah merupakan sesuatu yang diridhoi Alloh SWT, dan engkau tidak akan mengetahui apa yang diridhoi Alloh SWT, kecuali setelah Alloh mengabarkan atau dijelaskan Rosululloh SAW.

Dan seluruh kebaikan telah diajarkan Rosulullo SAW, tidak tersisa sedikit pun. Tidak ada dalam kamus ibadah seseorang melaksanakan sesuatu karena menganggap ini baik, padahal Rosululloh SAW tidak pernah mencontohkan. Sehingga tatkala ditanya, “Bukankah ini sesuatu yang baik? Mengapa engkau melarang aku dari melakukan yang baik?”

Saudaraku, bukan akal dan perasaanmu yang menjadi baik buruknya. Apakah engkau merasa lebih taqwa dan sholih ketimbang Rosululloh SAW, yang artinya: “Barang siapa yang melakukan satu amalan (ibadah) yang tidak ada dasarnya dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Apakah ibadah kita telah sesuai dengan tata cara Nabi Muhammad SAW, dalam beberapa hal berikut ini:

  • Sebabnya. Ibadah kepada Alloh SWT dengan sebab yang tidak disyariatkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima. Contohnya, ada orang yang melakukan sholat tahajud pada malam dua puluh tujuh Rojab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Miroj Rosululloh SAW (dinaikkan ke atas langit). Sholat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab yang tidak ditetapkan syariat, maka sholat karena sebab tersebut hukumnya bidah.

  • Jenisnya. Artinya ibadah harus sesuai dengan syariat dalam jenisnya. Contoh seseorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi syariat dalam jenisnya. Jenis binatang yang boleh dijadikan kurban adalah unta, sapi dan kambing.

  • Kadar atau bilangannya. Kalau ada seseorang yang sengaja menambah bilangan rokaat sholat  dhuhur menjadi lima rokaat, maka sholatnya bidah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan rokaatnya. Dari sini kita tahu kesalahan orang-orang yang berzikir dengan menentukan jumlah bacaan tersebut sampai bilangan tertentu, baik dalam hitungan ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka tidak mendapatkan apa-apa, kecuali capek dan murka Alloh SWT.
  • Kaifiyah (caranya). Seandainya ada seseorang berwudhu dengan cara membasuh tangan dan muka saja, maka wudhunya tidak sah, karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syriat.

  • Waktunya. Apabila ada orang menyembelih binatang kurban Idul Adha pada hari pertama Dzulhijjah, maka tidak sah, karena syariat menentukan penyembelihan pada hari raya dan hari tasriq saja.
  • Tempatnya. Andaikan ada orang beri’tikaf di tempat selain masjid, maka tidak sah i’tikafnya. Sebab tempat i’tikaf hanya di masjid.

Semoga informasi dan tips agar ibadah diterima Alloh SWT di atas bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Tips agar Ibadah Diterima Alloh SWT"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel