Resensi Buku “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000

Menikmati cerita, entah dalam bentuk cerpen, cerbung, novel dan berbagai bentuk cerita lainnya memang mengasyikkan. Namun, bagaimana bila cerpen yang kita nikmati ini adalah kisah cerita yang ditulis para sastrawan yang sudah ahli dibidangnya. Tentu ceritanya menjadi semakin menarik. Resensi buku “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000 adalah kumpulan cerita yang harus Anda baca, memang akan membuat penasaran, tentu inilah keahlian si penulis yang membuat pembacanya semakin penasaran dengan kisah cerita yang dibacanya.

Buku “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000
Buku “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000

Buku kumpulan cerpen Dua Tengkorak Kepala: Cerpen Pilihan “Kompas” 2000 diluncurkan bersamaan dengan ulang tahun Harian Umum Kompas saat itu, yaitu yang ke-35, sekitar tanggal 28 Juni 2000. Berbicara tentang cerpen pilihan, maka cerpen yang ada dalam buku ini adalah cerpen terpilih dari proses seleksi. Cerpen-cerpen tersebut adalah cerpen asli dan bukan terjemahan yang sudah dimuat dalam setahun terakhir yang kemudian dikumpulkan dan dipilih oleh dewan juri yang anggotanya adalah wartawan kompas.

Identitas Buku:
Judul: Dua Tengkorak Kepala - Cerpen Pilihan Kompas 2000.
Penyunting: Kenedi Nurhan.
Penerbit: PT. Kompas Media Nusantara.
Tahun terbit: Cetakan Ke-1, Juni 2000.
Tebal buku: 190 halaman.
ISBN: 979 - 9251 - 31 - 1.

Resensi Buku Fiksi “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000

Apa yang anda bayangkan tentang buku ini, yang isinya adalah kumpulan cerpen yang ditulis oleh para penulis ternama di Indonesia. Seleksi yang cukup panjang, pada akhirnya membuahkan 16 pilihan cerpen, antara lain:

  1. Dua Tengkorak Kepala, yang ditulis oleh Motinggo Busye.
  2. Anjing! yang ditulis oleh Herlino Soleman.
  3. Santan Durian, yang ditulis oleh Hamsad Rangkuti.
  4. Lebaran Ini, Saya Harus Pulang, yang ditulis ole Umar Kayam.
  5. Usaha Beras Jrangking, yang ditulis ole Prasetyohadi.
  6. Darmon, yang ditulis oleh Harris Effendi Thahar.
  7. Salma yang Terkasih, yang ditulis ole Ratna Indraswari Ibrahim.
  8. Mawar, Mawar yang ditulis oleYanusa Nugroho.
  9. Metropolitan Sakai, yang ditulis ole Abel Tasman.
  10. Seusai Revolusi, yang ditulis oleh Jujur Prananto.
  11. Telepon dari Aceh, yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma.
  12. Bulan Angka 11, yang ditulis oleh Arie MP Tamba.
  13. Wanita yang Ditelan Malam, yang ditulis oleh Bre Redana.
  14. Ruang Belakang, yang ditulis oleh Nenden Lilis A.
  15. Dua Orang Sahabat, yang ditulis oleh A.A. Navis.
  16. Laba-laba, yang ditulis oleh Gustaf Sakai.

Selain enam belas cerita trsebut, terdapat sedikit kata pembuka dari Goenawan Muhammad, yang berjudul “Kenapa Menulis Cerita Pendek?”

Baca juga: Resensi Buku “Zarima -Kumpulan Cerpen (Bukan) Pilihan Kompas”.

Goenawan Mohammad dalam hal ini memberikan sebuah penilaian dan kritikan khusus atas cerpen-cerpen yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen ini. Ada kata pembuka menarik yang disampaikan Goenawan, yang membutuhkan perhatian kita, antara lain:

Jika sebuah cerita pendek ditulis karena seseorang punya sesuatu yang hendak dikatakan kepada orang lain, dan apa yang dikatakannya itu dikirimkannya ke sebuah koran dengan sirkukasi besar, ada sebuah pertanyaan yang tampaknya tidak mudah dijawab: kenapa ia justru menulis cerita pendek? Kenapa ia tak menulis sebuah risalah, atau sepucuk surat pembaca atau sekian halaman reportase?”

Selain sedikit penilaian dari Goenawan Mohammad, masih ada catatan tentang cerpen dari Buadiarto Wijaya, yang berjudul “Realitas ‘Koran’ pada Sastra Koran”. Sama halnya dengan Goenawan Mohamad yang memberikan penilaian tentang cerpen yang disampaikan dalam kumpulan cerpen ini.

... Kebanyakan cerpen dalam kumpulan ini sangat terasa lebih berada pada jalur yang mengutamakan plot. Pada beberapa cerpen bahkan tampak keterikatan penuturan cerita pada ‘agenda’ plot secara agak berlebihan. Koruptor yang satu ini dilukiskan sedemikian bobrok pikiran-pikirannya, terkesan tak punya rasa bersalah, bahkan tanpa ada sedikit pun pergolakan batin. Bahkan kepada anak-anaknya ia mampu menasehati agar mengikuti jejaknya, yang (padahal) disebutnya sendiri seperti tikus. Tak ada sekeping pun manusia tertinggal pada sosok ini.”

Semoga resensi buku “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000 ini bisa memberikan sedikit gambaran tentang cerita yang ada dalam kumpulan cerpen Kompas ini.

Belum ada Komentar untuk "Resensi Buku “Dua Tengkorak Kepala” Cerpen Pilihan Kompas 2000"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel