Lebih dari Sekadar Liburan: Mengenal Tren 'Set-Jetting' dan 'Slowcation' yang Mengubah Cara Dunia Berwisata
Industri pariwisata global tengah mengalami pergeseran seismik. Jika satu dekade lalu liburan identik dengan tur kilat (whirlwind tour) yang terburu-buru, hari ini, wisatawan tidak lagi puas hanya menjadi penonton. Inilah yang menjadi menarik, yaitu perubahan pola dan tingkah laku wisatawan yang lebih dari sekadar liburan: mengenal tren 'set-jetting' dan 'slowcation' yang mengubah cara dunia berwisata saat ini, menjadi sangat penting bagi para pelaku usaha untuk mengetahui dinamika bisnis wisata saat ini.
Paradigma Baru Pariwisata: Dari Melihat Menjadi Merasakan
Para wisatawan saat ini ingin menjadi bagian dari cerita. Tren wisata saat ini telah berevolusi dari sekadar sightseeing menjadi experiential tourism atau wisata berbasis pengalaman—sebuah perjalanan yang mengutamakan kedalaman, koneksi, dan makna personal.
![]() |
| Menikmati pemandangan alam dengan konsep Slowcation (Gambar: unsplash.com/Roman Kirienko) |
Perubahan ini didorong oleh beberapa faktor, mulai dari kebutuhan akan keseimbangan hidup pasca-pandemi hingga masifnya pengaruh budaya populer dan media sosial. Wisatawan modern mencari perjalanan yang dapat memperkaya jiwa, bukan hanya feed Instagram mereka. Dua tren paling mencolok yang mewakili pergeseran ini adalah Slowcation dan Set-Jetting, dilengkapi dengan kebangkitan Wellness Tourism yang tak terhindarkan.
Slowcation: Seni Berwisata dengan Kecepatan Penuh Kesadaran
Istilah Slowcation (gabungan dari Slow dan Vacation) merangkum filosofi liburan yang sengaja diperlambat. Berbeda dengan liburan konvensional yang sering kali dipenuhi daftar panjang destinasi yang harus dikunjungi, slowcation mengajak wisatawan untuk fokus pada satu atau segelintir lokasi dalam jangka waktu yang lebih lama. Tujuannya: untuk benar-benar menyelami atmosfer, ritme, dan kehidupan sehari-hari destinasi tersebut.
Mengapa Slowcation Begitu Diminati?
Tren ini menarik bagi mereka yang lelah dengan "liburan stres" di mana mereka kembali ke rumah dalam kondisi lebih lelah daripada saat berangkat. Konsep slowcation menawarkan jeda dari kehidupan serba cepat, mempromosikan mindfulness dan kehadiran penuh pada setiap momen.
- Hidup Seperti Warga Lokal: Alih-alih menginap di hotel besar dan touristy, wisatawan slowcation cenderung memilih akomodasi sewa jangka pendek seperti apartemen atau homestay yang memungkinkan mereka berinteraksi lebih dekat dengan tetangga dan komunitas setempat. Mereka berbelanja di pasar lokal, memasak dengan bahan-bahan regional, dan menggunakan transportasi umum.
- Koneksi yang Mendalam: Waktu yang lebih lama di satu tempat memberikan kesempatan langka untuk memahami nuansa budaya yang sesungguhnya. Misalnya, belajar membuat batik di Yogyakarta, mengikuti kelas memasak tradisional Bali, atau sekadar menghabiskan sore hari mengobrol di warung kopi lokal.
- Perjalanan Berkelanjutan (Sustainable Travel): Dengan mengurangi frekuensi penerbangan antar-kota atau antar-negara dalam satu perjalanan, slowcation secara otomatis mengurangi jejak karbon wisatawan. Selain itu, pengeluaran wisatawan disalurkan langsung ke usaha kecil dan masyarakat lokal, menjadikannya bentuk wisata berkelanjutan yang lebih bertanggung jawab.
Menemukan Destinasi Slowcation Ideal di Indonesia
Indonesia, dengan keragaman budayanya, adalah surga bagi para penganut slowcation. Bali, yang sudah mapan, menawarkan pengalaman yang melampaui Kuta dan Seminyak, seperti menetap di Ubud untuk yoga dan meditasi, atau di Sidemen untuk menikmati kehidupan pedesaan yang tenang.
Baca juga: Mengapa Gen Z Rela 'Slowcation' di Desa Wisata? Tren Liburan Paling Bertanggung Jawab di Dunia!
Destinasi lain yang cocok untuk slowcation meliputi:
Ubud, Bali: Ibu Kota Ketenangan
Ubud sudah lama menjadi pusat spiritual dan budaya. Wisatawan bisa menyewa vila untuk satu bulan, menghabiskan pagi dengan yoga, siang dengan bekerja jarak jauh (konsep workation), dan sore dengan mengunjungi sawah atau pura-pura tersembunyi.
Desa Wisata di Jawa: Kearifan Lokal
Desa-desa wisata di sekitar Borobudur atau di pedalaman Yogyakarta menawarkan kesempatan untuk tinggal bersama keluarga angkat, belajar bertani, atau terlibat dalam kegiatan kesenian tradisional, sebuah pengalaman yang jauh lebih berkesan daripada hanya sekadar melihat monumen.
Set-Jetting: Menghidupkan Layar Lebar dalam Realita
Jika slowcation adalah tentang pelarian batin, Set-Jetting adalah tentang pelarian fantastis ke dalam dunia fiksi. Set-Jetting adalah tren wisata yang didorong oleh keinginan untuk mengunjungi lokasi fisik di mana film atau serial TV populer difilmkan. Kata kunci utama dalam tren ini adalah lokasi syuting film, film tourism, dan pop culture travel.
Fenomena ini telah menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa. Sebuah serial yang sukses dapat mengubah desa terpencil menjadi destinasi wisata global dalam semalam. Data menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan set-jetting adalah Gen Z dan Milenial, yang menjadikan tren ini sebagai industri bernilai miliaran dolar.
Mengapa Kita Ingin Mengalami Fiksi?
Daya tarik set-jetting terletak pada emosi yang melekat pada cerita. Ketika seseorang mengunjungi Istana Alhambra (lokasi syuting Game of Thrones) atau desa kuno di Korea (lokasi syuting drama K-drama), mereka tidak hanya melihat bangunan, tetapi menghidupkan kembali adegan, merasakan aura karakter, dan memperpanjang pengalaman imersif dari tontonan tersebut. Ini adalah bentuk wisata naratif yang kuat.
Contoh Set-Jetting Global yang Ikonik
Popularitas tren ini menghasilkan lonjakan kunjungan yang signifikan di berbagai belahan dunia:
- Kroasia (Dubrovnik): Kota tua ini mengalami lonjakan turis setelah menjadi King’s Landing dalam serial Game of Thrones.
- Selandia Baru: Negara ini menjadi sinonim dengan Middle-earth setelah menjadi lokasi syuting trilogi The Lord of the Rings dan The Hobbit, melahirkan sebuah industri tur film tourism yang masif.
- Paris, Prancis: Serial seperti Emily in Paris telah mendorong peningkatan kunjungan ke lokasi-lokasi chic di kota mode tersebut, dari kafe hingga museum kecil.
Potensi Set-Jetting di Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar dalam set-jetting. Beberapa film internasional telah memanfaatkan keindahan alam dan budaya Indonesia, seperti:
Ubud & Bali Utara (Eat Pray Love)
Meskipun film Eat Pray Love sudah lama dirilis, lokasinya di Bali masih menarik wisatawan yang mencari ketenangan dan romansa spiritual. Ini membuka peluang untuk mempromosikan lokasi di luar Bali selatan, seperti Bali Utara atau Nusa Penida, yang memiliki visual unik.
Komodo dan Labuan Bajo (Skyfall & Destinasi Lain)
Meskipun sebagian besar syuting dilakukan di negara lain, Indonesia sering menjadi lokasi sekunder. Proyek film dan serial lokal atau internasional yang menyorot keindahan alam liar Labuan Bajo, Danau Toba, atau Raja Ampat dapat memicu minat besar set-jetting domestik dan internasional.
Wellness Tourism: Investasi Kesehatan Diri
Pasca-pandemi, fokus kolektif pada kesehatan mental dan fisik mencapai titik tertinggi. Hal ini melahirkan kebangkitan masif Wellness Tourism—sebuah bentuk perjalanan yang berfokus pada kesejahteraan dan kesehatan. Liburan jenis ini bukan lagi tentang memanjakan diri secara sembarangan, melainkan tentang self-care yang disengaja.
Jenis-Jenis Wisata Kesejahteraan yang Populer
Wisatawan di segmen ini aktif mencari program yang mendukung pemulihan dan peningkatan kualitas hidup.
- Retreat Yoga dan Meditasi: Program terstruktur yang berlangsung beberapa hari hingga minggu, sering kali berlokasi di tengah alam, seperti pegunungan atau pantai, untuk memfasilitasi detoksifikasi pikiran.
- Digital Detox: Liburan di mana peserta secara sukarela melepaskan diri dari gawai dan teknologi digital untuk kembali terhubung dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
- Medical & Health Tourism: Mengunjungi suatu destinasi untuk mendapatkan perawatan medis, spa kesehatan, atau terapi alternatif yang tidak tersedia atau terlalu mahal di negara asal.
- Wisata Etnaprana: Merujuk pada pemanfaatan kearifan lokal, seperti pengobatan tradisional, jamu, dan praktik spiritual untuk tujuan kesehatan.
Peran Bali sebagai Episentrum Wellness Global
Bali telah lama diakui sebagai salah satu destinasi wellness terkemuka di dunia. Dengan budaya spiritual yang kental dan kekayaan alam yang mendukung, Bali menawarkan:
Klinik dan Spa Holistik
Banyak resor di Bali tidak hanya menawarkan pijat tradisional, tetapi juga terapi penyembuhan holistik, pengobatan Ayurveda, dan konsultasi kesehatan mental. Hal ini menarik segmen wisatawan tajir yang mencari layanan premium.
Yoga dan Makanan Sehat
Kafe vegetarian, raw food, dan restoran organik berkembang pesat di Bali. Bersamaan dengan itu, kelas-kelas yoga dan meditasi harian mudah ditemukan, mendukung gaya hidup sehat selama berlibur, menjadikannya destinasi unggulan wellness travel.
Penutup
Pergeseran menuju wisata berbasis pengalaman menunjukkan bahwa nilai sebuah perjalanan tidak lagi diukur dari jumlah landmark yang dilihat, tetapi dari kedalaman pengalaman yang didapatkan. Baik melalui ketenangan mendalam dari Slowcation, kegembiraan mendebarkan dari Set-Jetting, maupun fokus restoratif dari Wellness Tourism, wisatawan hari ini mendefinisikan ulang makna liburan.
Penyedia jasa pariwisata, pemerintah daerah, dan komunitas lokal harus merangkul tren ini dengan menawarkan paket yang lebih personal, otentik, dan berkelanjutan. Dengan demikian, industri pariwisata akan terus tumbuh, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga dalam hal kontribusi positif terhadap kesejahteraan individu dan pelestarian budaya dunia. Semoga informasi di atas tentang “lebih dari sekadar liburan: mengenal tren 'set-jetting' dan 'slowcation' yang mengubah cara dunia berwisata saat ini” bermanfaat dan bisa menjadi referensi untuk Anda. Apakah Anda tertarik untuk merencanakan liburan Slowcation Anda berikutnya?

Belum ada Komentar untuk "Lebih dari Sekadar Liburan: Mengenal Tren 'Set-Jetting' dan 'Slowcation' yang Mengubah Cara Dunia Berwisata"
Posting Komentar