“Wonsan Kalma Coastal Tourist Zone” Resor Impian Korea Utara yang Tak Terjamah Turis Asing

Korea Utara, sebuah negara yang terkenal dengan isolasi dan misterinya, secara berkala mencoba menampilkan citra modern dan terbuka kepada dunia. Salah satu upaya paling ambisius dalam dekade terakhir adalah pengembangan Wonsan Kalma Coastal Tourist Zone (Zona Wisata Pesisir Wonsan Kalma). 

wonsan-kalma-coastal-tourist-zone
Wonsan Kalma Coastal Tourist Zone (Gambar: dailynk.com)

Proyek megah ini, yang berlokasi di pantai timur Korea Utara, di provinsi Kangwon, dicanangkan sebagai destinasi wisata kelas dunia yang akan menarik jutaan turis internasional dan mengubah citra negara. Namun, kenyataannya, Wonsan Kalma tetap menjadi resor impian yang sebagian besar tak terjamah oleh turis asing, terutama dari Indonesia. Artikel ini akan membahas mengapa resor mewah ini belum juga membuka pintunya lebar-lebar bagi pengunjung dari luar negeri, menganalisis tantangan yang dihadapinya, dan menyoroti implikasi dari proyek ambisius ini.

Latar Belakang dan Tujuan Proyek

Wonsan, kota pelabuhan yang strategis dan pernah menjadi resor populer selama era kolonial Jepang, dipilih sebagai lokasi ideal untuk proyek pariwisata ambisius ini. Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara, secara pribadi mengawasi dan mendorong pembangunan Wonsan Kalma. Visi awalnya adalah menciptakan kompleks wisata yang mencakup hotel-hotel mewah, vila, lapangan golf, taman air, pusat perbelanjaan, dan fasilitas rekreasi lainnya. Tujuannya bukan hanya untuk menarik devisa, tetapi juga untuk menunjukkan kemajuan ekonomi Korea Utara dan meningkatkan citra negara di mata dunia.

Pembangunan Wonsan Kalma dimulai dengan kecepatan tinggi pada tahun 2018, dengan janji akan selesai dalam waktu singkat. Ribuan pekerja, termasuk tentara, dikerahkan untuk mempercepat proyek ini. Media pemerintah Korea Utara secara rutin menampilkan laporan kemajuan, menggambarkan resor ini sebagai bukti kejeniusan kepemimpinan Kim Jong-un dan masa depan cerah pariwisata Korea Utara.

Megaproyek yang Tertunda: Mengapa Pintu Tak Kunjung Terbuka?

Meskipun gembar-gembor awal yang masif, Wonsan Kalma Coastal Tourist Zone tidak pernah secara resmi dibuka untuk turis asing dalam skala besar. Berbagai faktor telah berkontribusi pada penundaan dan ketidakpastian ini:

1. Sanksi Internasional yang Ketat 

Salah satu hambatan terbesar adalah sanksi ekonomi internasional yang diberlakukan terhadap Korea Utara oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan beberapa negara individu, termasuk Amerika Serikat. Sanksi ini dirancang untuk membatasi akses Korea Utara terhadap teknologi, bahan baku, dan pendanaan yang dapat digunakan untuk program nuklir dan rudalnya. Pembangunan skala besar seperti Wonsan Kalma membutuhkan pasokan material, teknologi, dan keahlian yang seringkali tunduk pada pembatasan sanksi. Pembelian barang-barang mewah untuk hotel atau peralatan canggih untuk fasilitas rekreasi bisa jadi terhambat. Selain itu, keterbatasan akses ke sistem keuangan global juga menyulitkan investasi asing atau transaksi keuangan internasional yang diperlukan untuk operasional resor.

2. Pandemi COVID-19 dan Penutupan Perbatasan 

Pandemi COVID-19 menghantam dunia pada awal tahun 2020, dan Korea Utara meresponsnya dengan menutup total perbatasannya. Penutupan perbatasan ini, yang merupakan salah satu yang terlama dan paling ketat di dunia, secara efektif menghentikan semua bentuk pariwisata internasional. Meskipun pandemi telah mereda di banyak belahan dunia, Korea Utara mempertahankan kebijakan perbatasan yang sangat ketat selama bertahun-tahun, yang secara langsung menggagalkan setiap rencana pembukaan Wonsan Kalma untuk turis asing. Meskipun ada beberapa pelonggaran baru-baru ini, akses masih sangat terbatas dan terkontrol ketat.

3. Kendala Ekonomi dan Sumber Daya Internal 

Terlepas dari ambisi, Korea Utara menghadapi keterbatasan ekonomi yang signifikan. Pembangunan dan pemeliharaan fasilitas sebesar Wonsan Kalma membutuhkan sumber daya finansial dan teknis yang sangat besar. Laporan-laporan menunjukkan bahwa proyek tersebut mengalami kekurangan bahan bangunan, peralatan, dan bahkan tenaga listrik untuk operasional penuh. Fokus pemerintah mungkin juga telah bergeser ke prioritas lain, terutama setelah pandemi dan tantangan ekonomi internal.

4. Kurangnya Infrastruktur Pendukung Pariwisata 

Pariwisata massal membutuhkan lebih dari sekadar resor mewah. Dibutuhkan infrastruktur pendukung yang kuat, termasuk transportasi yang efisien (bandara internasional yang berfungsi penuh, jalan yang memadai), logistik yang handal, dan layanan pendukung seperti telekomunikasi yang stabil dan penyedia layanan tur yang berpengalaman. Meskipun Korea Utara memiliki Bandara Internasional Wonsan yang telah direnovasi, kurangnya konektivitas udara langsung dan pembatasan pergerakan di dalam negeri menjadi penghalang besar bagi pariwisata asing.

5. Kekhawatiran Keamanan dan Stabilitas Regional 

Situasi keamanan yang tegang di Semenanjung Korea juga menjadi faktor penghambat. Uji coba rudal dan program nuklir Korea Utara yang terus berlanjut menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran di tingkat internasional. Lingkungan politik yang tidak stabil tidak kondusif untuk menarik investasi pariwisata asing berskala besar, apalagi menarik turis yang mencari relaksasi dan kenyamanan.

Implikasi dan Harapan di Masa Depan

Kegagalan Wonsan Kalma untuk dibuka secara penuh bagi turis asing memiliki implikasi signifikan. Ini menunjukkan bahwa bahkan proyek-proyek yang paling didorong oleh kepemimpinan tinggi pun dapat terhambat oleh realitas sanksi internasional, kondisi global, dan keterbatasan internal. Bagi Korea Utara, ini berarti hilangnya potensi pendapatan devisa yang sangat dibutuhkan dan kegagalan untuk mencapai tujuan strategis dalam meningkatkan citra.

Baca juga: Esplanade, Si Ikon Singapura.

Bagi turis asing, termasuk mereka dari Indonesia, ini berarti bahwa Korea Utara tetap menjadi destinasi yang sangat eksklusif dan terbatas. Meskipun ada beberapa agen perjalanan yang menawarkan tur ke Korea Utara, kunjungan ini sangat terkontrol dan terbatas pada lokasi-lokasi tertentu, dengan pengawasan ketat. Wonsan Kalma, dengan segala kemegahannya yang belum terwujud sepenuhnya, tetap menjadi simbol dari ambisi Korea Utara yang belum tercapai di tengah tantangan global dan domestik.

Masa depan Wonsan Kalma masih belum pasti. Apakah resor ini akan sepenuhnya selesai dan dibuka secara luas untuk turis asing suatu hari nanti akan sangat bergantung pada perkembangan politik di Semenanjung Korea, pencabutan sanksi, dan perubahan dalam kebijakan internal Korea Utara terkait pariwisata dan keterbukaan. Untuk saat ini, resor pantai mewah ini tetap menjadi 'pulau' terpencil yang hanya bisa diimpikan oleh sebagian besar wisatawan internasional.

Penutup

Wonsan Kalma Coastal Tourist Zone adalah contoh monumental dari ambisi Korea Utara untuk modernisasi dan pariwisata, namun juga cerminan dari tantangan besar yang dihadapinya. Meskipun dicanangkan sebagai destinasi wisata kelas dunia, proyek ini terhambat oleh sanksi internasional, penutupan perbatasan akibat pandemi, keterbatasan ekonomi, dan lingkungan geopolitik yang tidak stabil. Bagi turis asing, termasuk dari Indonesia, akses ke resor ini tetap sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Wonsan Kalma, untuk saat ini, tetap menjadi simbol dari harapan dan realitas yang kontradiktif di Korea Utara, sebuah negara yang terus menarik perhatian dunia dengan misteri dan isolasinya.

Belum ada Komentar untuk "“Wonsan Kalma Coastal Tourist Zone” Resor Impian Korea Utara yang Tak Terjamah Turis Asing "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel