Mengenal Sutan Sjahrir

Semenjak Indonesia merdeka pada tahun 1945 yang lalu, sangat banyak tokoh-tokoh nasional Indonesia yang berperan besar dalam kemerdekaan dan demokrasi Indonesia, salah satunya adalah Sutan Sjahrir. Sutan atau Soetan Sjahrir adalah salah satu sosok tokoh kiri yang berjasa dalam pendirian Indonesia, apalagi Sutan pernah menjadi Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia. Setidaknya dengan mengenal Sutan Sjahrir, kita bisa tahu bagaimana perkembangan dan peta politik saat itu, yaitu saat awal-awal Indonesia berdiri.

Menarik sekali mengenal tokoh-tokoh politik Indonesia, apalagi mereka yang pernah berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak sekali referensi, baik di media cetak, buku atau pun internet yang membahas tentang kiprah Sutan Sjahrir tersebut, salah satunya tulisan Asvi Warman Adam seorang sejarawan LIPI yang pernah dimuat dalam Majalah Intisari Edisi No. 551.

Biografi Sutan Sjahrir dan Kiprahnya dalam Politik

Berbicara tentang politik, apalagi saat Republik Indonesia baru berdiri tidak lepas dengan para tokoh yang ada di balik kemerdekaan Indonesia tersebut. Sutan Sjahrir, namanya pernah dikenal sebagai Perdana Menteri yang dijabatnya pada usia 36 tahun.

Sutan Sjahrir sendiri lahir di Padang Panjang pada tanggal 5 Maret 1909, putra dari Mohammad Rasad dan Puti Siti Rabiah. 

Mengenal Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir (Foto: republika.co.id)

Setelah menyelesaikan Europeesche Lagere School (ELS, setingkat Sekolah Dasar) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setingkat SMP) di Medan, Sjahrir kemudian melanjutkan sekolahnya di Algemene Middelbare School (AMS, setingkat SMA) di Bandung. Setelah lulus dari MULO, Sjahrir kemudian memperdalam ilmu hukum di Gemeentelijke Universiteit Amsterdam, Belanda. Di kampus ini, Sjahrir memperdalam teori-teori sosialisme, selain itu Sjahrir juga menjalin hubungan dengan Salomon Tas seorang Pimpinan Klub Mahasiswa Sosial Demokrat. Bahkan di kampus ini, Sjahrir jug bertemu dengan Maria Duchateau, seseorang yang sempat menawan hati Sjahrir.

Namun sayang, belum sempat menyelesaikan stidinya, Sjahrir keburu dipanggil sahabatnya, Hatta. Sjahrir dimintai tolong untuk kembali ke Indonesia, memimpin PNI (Pendidikan Nasional Indonesia). Dan permintaan tersebut juga disertai dengan perjanjian, apabila Hatta yang saat itu masih merampungkan studinya di Belanda pulang ke tanah air, maka ganti giliran Sjahrir yang akan kembali ke Belanda untuk meneruskan studinya.

Baca juga: Sukses Bisnis Bob Sadino Membangun “Kem Chicks”.

Dalam Kongres I Pendidikan Nasional Indoonesia yang dilaksanakan di Bandung pada Juni 1932, Sjahrir terpilih sebagai seorang ketua umum. Dan saat Hatta pulang ke tanah air pada tahun 1933, maka ‘perjanjian’di antara mereka berlaku. Jabatan ketua umum akhirnya diserahkan ke Hatta. Saat Sjahrir akan kembali ke Belanda, Sjahrir yang juga aktif dalam organisasi buruh keburu ditangkap polisi Belanda. Yang kemudian dibuang ke Digul selama sekitar satu tahun, sebelum dikirim ke Bandaneira dan diasingkan disana selama enam tahun.

Saat Indonesia merdeka, Sjahrir dan Amir Sjarifuddin dikenal sebagai tokoh nasional yang dengan tegas menolak kerja sama dengan Jepang. Kekukuhan hati Sjahrir tersebut, pada akhirnya menarik perhatian Bung Karno, yang kemudian diangkat sebagai perdana menteri, hal ini juga bertujuan untuk membuktikan dan memperlihatkan kepada dunia bahwa pemerintahan Indonesia bukanlah boneka Jepang. Hal ini dilakukan agar kemerdekaan Indonesia mendapatkan pengakuan dan dukungan internasional.

Peran Sutan Syahrir dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Perjuangan untuk meraih kemerdekaan tidak hanya dilakukan secara fisik atau kontak senjata saja, namun juga dilakukan melalui meja perundingan. Hal ini diyakini Sjahrir yang memiliki anggapan bahwa personel dan persenjataan Belanda jauh lebih kuat daripada pejuang Indonesia. Maka Sjahrir memilih jalan perundingan, agar Republik Indonesia yang masih muda ini bisa bertahan.

Sekitar Januari 1946, ibukota Republik Indonesia sempat dipindahkan ke Yogyakarta karena Jakarta dirasa sudah tidak aman lagi. Belanda pun tidak mau datang ke Yogyakarta untuk berunding, hal yang sama seperti Pemerintah Indonesia yang tidak mau datang ke Jakarta. Akhirnya dipilihlah Linggarjati, sebuah desa di daerah Kuningan, Jawa Barat sebagai tempat perundingan. Dalam perundingan, Belanda mengakui Indonesia secara de facto, meskipun terbatas hanya pada Pulau Jawa, Sumatra dan Madura.

Syahrir yang memiliki tekad kuat terus mengejar pengakuan internasioanl. Setelah Perjanjian Linggarjati, pengakuan secara de facto didapatkan berturut-turut dari Inggris pada 31 Maret 1947, dari Amerika Serikat pada 23 April 1947 dan Mesir pada 1 Juni 1947. Tidak lupa Sjahrir juga menugaskan H. Agus Salim ke negara-negara Arab, yang menghasilkan pengakuan dari Lebanon, Suriah, Irak, Afghanistan, Saudi Arabia dan juga dari Yaman.

Pergolakan yang terjadi akhirnya memaksa Kabinet Sjahrir berganti kabinet menjadi Kabinet Amir Sjarifuddin pada tahun 1947, namuan Sjahrir masih dipercaya Presiden Soekarno untuk memimpin delegasi Indonesia ke Sidang Umum PBB. Melalui forum ini, Sjahrir membuka mata dunia, dan mematahkan argumen-argumen diplomat senior Belanda, Van Kleffens, melalui pidatonya pada 14 Agustus 1947. Kerja keras Sjahrir tersebut membuat Indonesia menjadi topik yang dibicarakan secara internasional.

Setelah acara di forum internasional tersebut, kiprah Sjahrir mulai tidak terdengar lagi. Sempat memimpn PSI (Partai Sosialis indonesia), namun kalah dalam pemilihan umum tahun 1955. Hal ini disebabkan Sjahrir menjadikan partai tersebut sebagai partai kader, dan bukan partai massa.

Pada tahun 1958 saat terjadi pemberontakan PRRI/Permesta, terdapat aktivis PSI yang terlibat, seperti Soemitro Djojohadikusumo, namun PSI bukanlah dalang pemberontakan tersebut, namun Sjahrir pada akhirnya juga kena getahnya, dan ditangkap pada tahun 1962 dengan alasan yang sengaja dicari-cari pihak keamanan. Sjahrir dituduh terlibat perencanaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno, dan tuduhan tersebut tidak terbukti sama sekali.

Pada tahun 1964, Sjahrir sakit keras dan diperbolehkan berobat ke Zurich, Swiss dan menghembuskan nafas terakhirnya dua tahun berselang. Sjahrir pun dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional”.

Sutan Sjahrir dan Kisah Cintanya

Berbicara tentang kisah cinta, maka Sutan Sjahrir juga memiliki cerita cinta yang unik, meskipun sepanjang hidupnya, Sjaharir menikah dua kali. Pada tahun 1939, Sjahrir menikahi Maria Duchateau, pernikahan ini bisa dikatakan unik karena dilaksanakan serentak di Belanda (tempat tinggal Duchateau) dan Banda Neira (tempat Sjahrir diasingkan). Dan di Belanda kehadiran Sjahrir diganti dengan surat kuasa, sehingga pernikahan tersebut tetap sah. Namun, pernikahan tersebut tidak bertahan lama, setelah pecah perang dunia ke-2, Duchateau tidak dapat menyusul Sjahrir ke Indonesia, dan tahun 1948 mereka bercerai.

Sejak tahun 1951 sampai Sutan Sjahrir meninggal dunia, Sjahrir menikah lagi dengan Siti Wahyunah SH, putri dari Prof. Dr. dr. Moh. Saleh Mangundiningrat dari Solo. Pernikahan tersebut dilangsungkan di Kairo, Mesir, dan dikaruniai anak Ir. Kriya Arsjah dan Siti Rabyah Parvati, S.S. Dan Sjahrir juga memiliki beberapa anak angkat yang berasal dari Banda Neira tempat pembuangannya di Maluku.

Itu dia, sekelumit informasi dan biografi tentang “mengenal Sutan Sjahrir”. Semoga bermanfaat dan menjadi referensi untuk Anda tentang tokoh-tokoh nasional Indonesia.

Belum ada Komentar untuk "Mengenal Sutan Sjahrir"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel