Analisis Agunan dalam Proses Pemberian Kredit di Bank Konvensional

Pasti Anda sering mendengar keluhan dari calon debitur atau bahkan masyarakat bahwa proses pengajuan kredit sangat sulit, karena asset yang akan dijaminkan ditolak oleh bank. Sebagai seorang pejabat kredit, tentu Anda memahami dan maklum dengan apa yang disampaikan calon debitur, karena bank sebagai entitas pembiayaan dibatasi aturan yang ketat dalam penyaluran kredit. Untuk itulah, dalam kesempatan ini disampaikan tentang analisis agunan dalam proses pemberian kredit di bank konvensional.

analisis-agunan-pemberian-kredit-di-bank-konvensional
Ilustrasi (Gambar: mortgagemaster.co.id)

Satu hal yang harus dipahami oleh masyarakat yang akan mengajukan pembiayaan di bank dan juga Account Officer/petugas kredit lainnya, bahwa pada dasarnya agunan dipersyaratkan sebagai alat pengaman atau alat untuk mengurangi risiko bila debitur mengalami wanprestasi atau gagal bayar.

Memahami Analisis Agunan dalam Proses Pemberian Kredit di Bank Konvensional

Sebagaimana disampaikan dalam berbagai catatan yang sama, maka analisis agunan adalah penilaian barang-barang agunan yang diserahkan oleh debitur sebagai jaminan atas fasilitas kredit yang telah diterimanya.

Pada dasarnya agunan tidak dapat memperbaiki tingkat feasibility suatu proyek, namun sebaliknya  agar proyek yang feasible menjadi lebih bank-able (bisa dibiayai dengan fasilitas kredit dari bank maka sebaiknya terdapat adanya agunan (collateral) yang diserahkan sebagai jaminan.

Baca juga: Analisis Modal dalam Proses Pemberian Kredit.

Peranan suatu agunan kredit bisa dilihat dari sudut manfaatnya, antara lain:

  • Manfaat agunan kredit bagi bank terutama sebagai alat pengaman (second way out) khususnya apabila usaha yang dibiayai tersebut gagal atau terjadi sebab-sebab lain yang berkaitan dengan operasonal usaha serta sebagai alat pengaman karena adanya risiko ketidakpastian pada kurun waktu yang akan datang pada saat kredit tersebut jatuh tempo dan harus dilunasi.
  • Menjamin agar debitur tetap berperan serta di dalam transaksi bisnis untuk membiayai dan mengembangkan usahanya, sehingga kemungkinan debitur untuk meninggalkan usaha atau proyeknya yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan kreditur dan dirinya sendiri dapat dicegah atau diminimalkan.
  • Memberi dorongan kepada debitur untuk tetap memenuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam perjanjian kredit, khususnya terhadap pembayaran kembali atau pelunasan fasilitas kredit yang telah diberikan oleh bank.

Jenis-jenis Agunan Kredit

Agunan kredit berdasarkan kedudukan atau fungsinya, antara lain:

  • Agunan pokok, yaitu agunan yang merupakan bagian dari suatu proyek atau usaha yang dibiayai oleh bank, baik untuk sebagian atau secara keseluruhan. Oleh karena itu, agunan pokok meliputi keseluruhan asset perusahaan baik yang secara langsung dibiayai dengan fasilitas kredit maupun yang tidak dibiayai dengan fasilitas kredit dari bank.
  • Agunan Tambahan, merupakan agunan lainnya, di luar batasan atau kriteria agunan pokok tersebut di atas, baik yang berupa harta kekayaan milik debitur secara pribadi yang pengadaannya tidak bersumber dari fasilitas kredit atau tidak berkaitan langsung dengan usaha debitur maupun berupa harta kekayaan milik pihak lain, yang dengan inisiatif sendiri atau persetujuannya diserahkan kepada bank sebagai agunan atas fasilitas kreidt yang dinikmati oleh debitur.

Agunan kredit berdasarkan pengaturan aspek hukumnya dari obyek agunan kreditnya, antara lain:

  • Agunan perorangan atau badan hukum, terdiri dari:
    • Personal garansi (Borgtocht).
    • Corporate garansi.
    • Bank Garansi.
  • Agunan kebendaan, yang terdiri dari:
    • Agunan benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
    • Agunan benda tidak bergerak.

Nilai Agunan Kredit

a. Nilai Agunan

Nilai agunan kredit secara umum terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Nilai Saat Ini
    • Nilai Pasar Wajar (NPW), yaitu nilai atau harga suatu benda secara wajar yang berlaku umum dipasaran dan dalam kondisi yang normal.
    • Nilai Likuidasi (NL), yaitu nilai atau harga barang agunan tersebut, yang dapat dengan mudah laku dijual, baik apabila dijual secara damai maupun dijual melalu lelang (siate eksekusi agunan). Nilai likuidasi pada umumnya lebih rendah dari pada nilai pasar wajar.
  • Proyeksi Nilai
    • Proyeksi Nilai Pasar Wajar (PNPW), yaitu nilai yang diperoleh dari hasil  penetapan prosentase yang menggambarkan sejauh mana kemungkinan nilai agunan tersebut akan mengalami kenaikan atau penurunan di masa yang akan datang. Adapun nilai prosentase tersebut biasanya disebut dengan bobot perubahan nilai agunan dan perhitungan PNPW yang didapat dari hasil perkalian antara nilai pasar wajar dengan bobot perubahan nilai agunannya. Cara mendapatkan bobot perubahan nilai agunan yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan adalah berdasarkan judgement dan kewajaran dengan tetap memperhatikan unsur-unsur yang berperan dalam menentukan perubahan nilai pasar wajar, terhadap barang agunan tersebut, antara lain:
      • Macam barang agunan.
      • Tersedianya barang sejenis di pasar.
      • Tidak adanya barang pengganti.
      • Manfaat atau kegunaan barang agunan,
      • Kelengkapan bukti kepemilikan.
      • Kualitas barang agunan, meliputi:
        1. Kondisi dan umur teknis.
        2. Kondisi dan nilai ekonomis.
        3. Lokasi tempat penyimpanan.
        4. Sifat barang dan nilai susut barang.
      • Kualitas pemeliharaan dan pengamanan barang.
  • Proyeksi Nilai Likuidasi (PNL), sama halnya dengan penentuan PNPW, maka penentuan proyeksi nilai likuidasi juga didasarkan atas prosentase tertentu dari proyeksi nilai pasar wajar. Penentuan tersebut didasarkan pada pertimbangan, sebagai berikut:
    • Tingkat kepentingan barang dalam kehidupan masyarakat sekitarnya.
    • Kualitas barang.
    • Tersedianya barang di pasar.
    • Ada tidaknya barang substitusi.
    • Tingkat daya beli masyarakat sekitarnya.

b. Nilai Kecukupan Agunan

Dalam hal ini bisa dijelaskan bahwa tidak ada prosentase tertentu yang ditetapkan untuk mengatakzn nilai suatu agunan telah mencukupi atau belum.

Kecukupan agunan ditentukan oleh judgement pejabat pemutus kredit setelah mempertimbangkan unsur-unsur lain dari analisis kredit.

Baca juga: Analisis Watak dalam Proses Pemberian Kredit.

Dari keempat macam nilai agunan yang sudah disampaikan di atas, maka nilai yang digunakan sebagai pedoman untuk kecukupan agunan adalah Proyeksi Nilai Likuidasi (PNL).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penetapan kecukupan jaminan, adalah:

  • Kecukupan jaminan dalam hal nilai yang cukup untuk mengcover risiko kegagalan kredit, yang mungkin akan terjadi dari kredit yang telah diberikan. Dengan demikian kecukupan jaminan tidak hanya ditentukan oleh nilai agunan (pokok maupun tambahan) tetapi terutama dari hasil analisis terhadap watak, kemampuan, modal, kondisi ekonomi dan prospek usaha secara menyeluruh. Sehingga diharapkan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menganalisis unsur-unsur tersebut maka penyelesaian kredit dapat dilakukan tanpa melalui proses likuidasi agunan.
  • Walaupun untuk menentukan kecukupan agunan tidak lagi berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari penilaian kecukupan jaminan kredit, bukan berarti prinsip kehati-hatian dalam penilaian agunan dapat ditinggalkan. Hal ini mengingat apabila kredit yang diberikan benar-benar mengalami kegagalan dikemudian hari maka unsur watak, kemampuan, modal, kondisi ekonomi dan prospek usaha tidak lagi mempunyai nilai finansial sama sekali. Oleh karena itu, salah satu pertimbangan yang harus dilakukan dalam menilai kecukupan agunan kredit adalah keyakinan bahwa nilai agunan akan semaksimal mungkin dapat menutup seluruh kewajiban atau hutang debitur pada saat kredit tersebut mengalami kegagalan.

c. Nilai Pengikatan Agunan

Nilai pengikatan agunan adalah nilai yang menggambarkan minimal besarnya hak bank atas agunan kredit yang diikat secara nyata serta merupakan perkiraan jumlah kewajiban debitur kepada bank, yang meliputi: Pokok kredit + Bunga + Denda + Biaya lainnya, yang bisa ditutup oleh agunan tersebut.

Dari kempat macam cara penilaian agunan (NPW, NL, PNOW dan PNL), yang digunakan sebagai dasar pengikatan adalah Nilai Pasar Wajarnya, dengan pertimbangan karena nilai pasar wajar merupakan nilai harga tertinggi dari seluruh nilai-nilai yang ada.

d. Penilaian Agunan

Penilaian terhadap agunan kredit harus ditinjau dari 2 sudut, yaitu:

Berdasarkan nilai ekonomis dari barang-barang yang akan dijaminkan, antara lain:

  • Dapat diperjual-belikan secara bebas dan relatif mudah dengan biaya penjualan yang relatif kecil.
  • Kondisi dan lokasi agunan yang cukup strategis (marketable).
  • Secara fisik tidak mudah rusak atau usang, sehingga mempunyai nilai yang relatif konstan dan akan lebih baik apabila mempunyai kecenderungan meningkat nilai jualnya di kemudian hari.
  • Mempunyai nilai yang lebih besar dari jumlah fasilitas kredit yang diberikan.
  • Agunan mempunyai nilai ekonomis yang lebih panjang bila dibandingkan jangka waktu fasilitas kreditnya.
  • Dapat diasuransikan.

Berdasarkan nilai yuridisnya, antara lain:

  • Benar-benar milik debitur atau orang/pihak yang bersedia menjaminkan pada bank.
  • Tidak dalam kondisi digunakan pada pihak lain, kecuali untuk Hak Tanggungan ke UU dan seterusnya, sengketa atau disita dalam suatu kasus perkara di pengadilan.
  • Memiliki bukti kepemilikan yang sah dan masih berlaku serta telah mempunyai kekuatan hukum.
  • Dapat dilakukan pengikatan secara nyata dengan menggunakan lembaga jaminan sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Tidak terhutang pajak.
  • Atau pada pokoknya apakah barang-barang agunan kredit yang diserahkan tersebut telah memenuhi syarat-syarat yuridis untuk diterima sebagai barang jaminan.

Dengan terpenuhinya dua persyaratan nilai tersebut di atas, maka agunan kredit yang mempunyai fungsi sebagai “second way out” dapat berjalan sebagaimana mestinya, yaitu sebagai jaminan pembayaran kembali atau pelunasan fasilitas kredit yang telah diberikan kepada pihak debitur.

e. Bentuk Pengikatan Agunan

Bentuk-bentuk pengikatan agunan dibedakan atas obyek benda atau barang yang akan diikat, yang terdiri atas:

  • Hak Tanggungan, untuk barang-barang tidak bergerak.
  • Hipotik untuk kapal berbobot mati di atas 20 M3.
  • Fiducia, untuk barang-barang bergerak.
  • Gadai, untuk barang-barang bergerak.
  • Penanggungan hutang (Borgtocht), untuk jaminan perorangan atau badan hukum.

Itu dia sedikit informasi tentang “analisis agunan dalam proses pemberian kredit di bank konvensional”. Semoga informasi tersebut bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Analisis Agunan dalam Proses Pemberian Kredit di Bank Konvensional"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel